Membuka Jejak Langkah Disabilitas Dari Desa hingga Ke ASEAN dengan Kemudahan QRIS Cross-Border

1 komentar
Membuka Jejak Langkah Disabilitas Dari Desa hingga Ke ASEAN dengan Kemudahan QRIS Cross-Border

Beberapa bulan terakhir ini udara memang bersinar sangat terik. Berkali-kali saya menyeka keringat, meski tidak melakukan banyak kegiatan. Peningkatan suhu panas karena dipengaruhi fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) di musim kemarau ini memang membuat banyak orang enggan keluar rumah.

Tapi ya buat yang mencari rezeki harus keluar rumah apa boleh buat. Kebetulan saya sebagai blogger memang lebih banyak beraktivitas di rumah saja dalam kesehariannya. Apalagi sekarang saya duduk di kursi roda, yang hanya bisa melihat orang lalu lalang dari teras rumah saja.

Namun beda dengan Suami yang memang setiap hari harus sibuk antar jemput anak dan harus melakukan pekerjaan rumah tangga yang dulu saya lakukan. Tapi meski demikian, Suami tidak pernah lupa untuk mendorong kursi roda saya setiap pagi demi mendapat cahaya matahari pagi seperti saat ini.

“Istriku, apa tidak mau dipakai hadiah lombanya?” tanya Suami tiba-tiba.
“Kalau dipakai enaknya pergi kemana ya?”.
“Thailand? Malaysia? Filipina? Atau Singapura seperti dulu?”, saran Suami.
“Hmmm”.

Saya pun terdiam. Memang, beberapa bulan lalu saya menang hadiah lomba blog yang hanya bisa digunakan untuk traveling. Kalau rasa di hati pasti ingin pergi jalan-jalan sekeluarga ya, namun keadaan kesehatan saya memang tidak mumpuni untuk bepergian. Banyak pertanyaan dalam benak saya yang bukan hanya berhubungan dengan kondisi kesehatan saat ini saja, tapi juga akomodasi dan kemudahan dalam banyak hal saat jalan-jalan ke luar negeri. Apa saya bisa?

Kondisi kelumpuhan yang akhirnya memaksa saya menjadi seorang disabilitas secara tiba-tiba ini juga harus diterima dengan lapang dada. Jangankan mau pergi jalan-jalan, untuk pergi belanja kebutuhan rumah saja saya harus dibantu Suami.

Dulu saat saya masih dalam keadaan normal seperti manusia pada umumnya, semua fasilitas dan kemudahan terasa sangat menyenangkan. Namun langsung menjadi berbeda ketika saya tiba-tiba menjadi disabilitas seperti sekarang.

Contoh mudahnya saja, saat saya belanja di minimarket kan biasanya bayar pakai debit kartu ATM. Sekarang saya harus sedikit susah payah berdiri untuk melakukan pembayaran menggunakan debit ATM, karena meja kasir terlalu tinggi buat saya sekarang.

“Kamu tidak perlu bingung, sekarang untuk pembayaran ke luar negeri bisa menggunakan QRIS Antar Negara”, ujar Suami sambil menepuk pundak saya perlahan.
“Loh, kok enak ya sekarang! Tinggal scan”, ujar saya takjub.

Digitalisasi Desa yang Semakin Maju

Digitalisasi Desa yang Semakin Maju

Berbicara tentang QRIS, saya jadi ingat saat awal pindah ke desa hampir tiga tahun lalu. Banyak shock culture yang membuat saya sedikit memerlukan adaptasi. Bukan hanya mata angin saja sebagai penunjuk arah, tapi juga dalam transaksi pembayaran sehari-hari. Di desa hampir semua transaksi membutuhkan uang tunai dan dibayarkan langsung. Jadi jangan kaget kalau banyak orang di Desa, dompetnya banyak uang tunainya.

Hal ini membuat saya sedikit kesusahan, karena saat tinggal di Jakarta dulu semua transaksi via transfer atau debit ATM. Jarang sepertinya saya menggunakan uang tunai saat membeli barang di toko, semua cashless. Bawa uang tunai hampir tidak pernah saya lakukan selama di Jakarta.

“Yah, Mbak Echa harganya kan Rp31.000 masak transfer sih? Nanti saya susah ambil uang di ATM-nya. Uang cash saja ya!”, kata ibu teman sekolah anak saya yang punya toko perlengkapan alat tulis.

Karena tidak membawa uang tunai, saya harus ke ATM dulu untuk ambil uangnya. Baru kembali lagi ke toko tersebut untuk membayar. Kesal memang, tapi bagaimana lagi.

Padahal saat itu pandemi sedang melanda, kan lebih nyaman kalau transfer. Bisa jaga jarak dan minim bersentuhan satu sama lain. Tapi itu mungkin bisa berlaku di kota besar saja, kalau di desa susah.

Tapi itu dulu, sekarang hampir semua serba digitalisasi. Baik dalam kegiatan integrasi sistem pemerintahan, perbankan hingga kemudahan dalam pembayaran non tunai dengan menggunakan QRIS. Bukan hanya toko besar saja, tapi juga toko kelontong hingga warung kecil pinggir jalan juga banyak yang sudah pakai QRIS.
Digitalisasi Desa yang Semakin Maju

Berdasarkan data yang dilansir dari website QRIS, ternyata sudah ada 416 kabupaten dan 98 kota di seluruh penjuru Indonesia yang menggunakannya. Bahkan ada 405.348 UKM Merchant yang ikut bergabung hingga saat ini dan total transaksi QRIS sudah mencapai Rp.2.099.389.726.509 loh!. Suatu peningkatan yang sangat luar biasa kinerjanya ya!.

Yang pasti, saya sangat senang dengan perubahan positif di desa ini.


QRIS dan Kemudahannya dalam Digitalisasi dari Desa

QRIS dan Kemudahannya dalam Digitalisasi dari Desa

QRIS yang kepanjangannya Quick Response Code Indonesian Standard ini merupakan metode pembayaran dengan cara scan code berupa QR Code Payment. Pertama kali ditemukan tahun 1994 oleh Denso Wave, lalu populer di Jepang untuk melacak kendaraan.

Saat ini, tren QR Code digunakan dalam banyak hal. Mulai dari survei, link berita hingga ke pembayaran digital. Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia juga mengembangkan QR Code Payment. Di Hari Ulang Tahun ke–74 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2019, Bank Indonesia akhirnya menerbitkan pedoman dalam peluncuran implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Yaitu pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran.

Setelah peluncuran, dilakukan masa transisi bagi para Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Efektif pada 1 Januari 2020, Bank Indonesia mewajibkan seluruh penyedia layanan pembayaran nontunai menggunakan sistem QRIS. BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) bersama-sama berusaha mewujudkan kenyamanan penyelenggaraan pelayanan pembayaran yang baik melalui QRIS

Ini sangat sesuai dengan implementasi visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 dan sejalan juga dengan kebijakan Bank Indonesia. Sebagai pemangku kebijakan keuangan terus berkomitmen untuk mendukung pengembangan sistem pembayaran, serta memfasilitasi perkembangan ekonomi digital dan inklusi keuangan di Indonesia.

Sistem pembayaran digital QRIS juga sudah terintegrasi di aplikasi banking Bank dan wallet Non Bank. Coba deh dicek, hampir semua memiliki QRIS sebagai salah satu fitur pembayaran dengan scan. Betul tidak?.

Buat saya di desa, tentu adanya QRIS ini sangat terbantu. Selain mendukung digitalisasi dalam pembayaran di hampir semua merchant di desa saya, dengan QRIS juga akan memudahkan pemilik merchant bertransaksi.
QRIS dan Kemudahannya dalam Digitalisasi dari Desa

Kalau dulu saya harus punya 1 rekening agar memiliki 1 QR Code. Bisa dibayangkan berapa biaya administrasi yang merchant tanggung bila menggunakan QRIS yang berbeda-beda. Tapi untunglah semenjak adanya QRIS lebih mudah. Sekarang saya hanya butuh 1 QRIS saja untuk scanning QR Code Payment.

Digitalisasi di desa juga semakin berkembang dan masyarakatnya mulai paham kalau pakai QRIS itu jadi lebih mudah dalam bertransaksi.

Disabilitas dan Pemanfaatan QRIS yang Tepat Guna

Disabilitas dan Pemanfaatan QRIS yang Tepat Guna

Sebagai disabilitas, jujur dulu saya sangat terkendala dalam bertransaksi keuangan di luar rumah. Misalnya saat mau membayar menggunakan debit ATM, saya harus berusaha berdiri susah payah agar bisa memasukkan pin. Atau saat saya mau beli makanan minuman, lupa bawa uang tunai jadi ya tidak bisa beli. Mau ke ATM jauh jaraknya, jadinya malah tidak beli apa-apa.

Kalau sekarang, saya tidak perlu khawatir lagi saat mau belanja di merchant apapun, tinggal scan saja untuk membayar. Kalau dulu kan saya harus berdiri dulu, sekarang cukup duduk manis saja di kursi roda untuk membayar pakai QRIS. Tinggal scan, selesai!.

Misal saya dalam posisi berdiri dengan tongkat pun jujur lebih mudah dengan QRIS. Soalnya menu aplikasi di gawai kan lebih mudah digunakan dibandingkan transfer yang bisa memakan waktu lama. Kalau misalnya saya di rumah pun, bisa minta kode QRIS untuk membayar belanjaan tanpa harus keluar langsung.

Saya bisa melakukan pembayaran apapun selama saldo di e-wallet atau rekening tabungan masih tercukupi. Jangan salah, limit QRIS itu bisa sampai Rp20juta untuk bertransaksi apapun ya.


Menjejakkan Kaki di Negara ASEAN Tanpa Khawatir Berkat QRIS Cross Border


“Jadi mau kemana ini?”, tanya Suami semangat.
“Thailand dan Malaysia gimana?”.
“Boleh, yang penting ramah disabilitas”.
“Buat makan bagaimana?”, tanya saya serius.
“Cari tempat rekomendasi yang bisa QRIS saja. Biar tidak perlu tukar uang”.

Menjejakkan Kaki di Negara ASEAN Tanpa Khawatir Berkat QRIS Cross Border

Buat yang suka traveling wajib tahu, sekarang ada QRIS Cross Border yang akan membuat kita lebih mudah dalam transaksi keuangan pembayaran lintas negara. Benar, QRIS sudah bisa lintas negara terutama di negara ASEAN. Salah satunya adalah Thailand, Malaysia, Filipina dan Singapura.

Ini berkat kerjasama Bank Indonesia yang mewujudkan agar pembayaran dengan QRIS Cross Border dapat dilakukan. Bank Indonesia meresmikan QRIS Cross Border dengan Bank Negara Malaysia pada 8 Mei 2023. Jadi kalau ke Malaysia, saya sekeluarga bisa menggunakan pembayaran melalui DuitNow atau cukup scan untuk memindai QR Code QRIS.

Yah kita semua tahu, sekarang ini pemerintah sedang berusaha memulihkan pertumbuhan ekonomi. Diharapkan dengan kerja sama dengan negara ASEAN, akan membantu mempercepat ekosistem ekonomi keuangan kawasan ASEAN menjadi lebih inklusif.

Berkat QRIS Cross Border ini, nanti saat pergi ke Thailand dan Malaysia tidak perlu lagi harus cari Money Changer agar dapat mendapatkan kurs uang di negara tujuan. Kan sekarang sudah ada QRIS, tinggal scan bayar selesai!.
Menjejakkan Kaki di Negara ASEAN Tanpa Khawatir Berkat QRIS Cross Border

Satu QR Code untuk semua Payment, manfaatnya pun sudah dirasakan oleh ibu teman sekolah anak saya. Saat saya datang ke tokonya lagi, disambut sumringah.

“Eh Mbak Riza, sekarang mau belanja apa saja pasti lebih enak. Soalnya saya sudah pakai QRIS loh, Mbak. Coba dipilih-pilih, mau bayar berapapun bisa”, ujarnya menggebu-gebu.

Saya pun tersenyum simpul, alhamdulilah berkat QRIS tidak perlu bawa uang tunai kemana-mana lagi. Jadi tidak sabar musim liburan sekolah tiba, ingin coba QRIS Cross Border di Malaysia dan Thailand langsung.

Tidak salah memang ya pakai QRIS. Bukan cuma QRIS Cross Border saja, tapi juga Cross Plural Society yang membuat saya seorang disabilitas lebih mudah dalam bertransaksi.

QRISnya satu, menangnya banyak!

Related Posts

1 komentar

Posting Komentar