Ketika Saya Lupa Anakku Masih Anak-Anak

Ketika Saya Lupa Anakku Masih Anak-Anak
Judulnya gitu amat ya? Iya tapi ya itu memang adanya hehehe. Jadi berawal dari kondisi saya sejak Oktober tahun lalu sudah mulai sakit-sakitan. Itu membuat stressing saya sendiri, suami dan tentu ngaruh ke anak. 

Ibunya yang tadinya hepi-hepi mulu becanda, ternyata rapuh seperti krupuk. Krauukkk. Ya tapi ya gitu, masa-masa sedih tidak menerima memang sudah lewat, sekarang lebih ke masa menerima ya menerima berusaha ikhlas. Cuma ternyata bukan hanya saya saja yang belajar begitu, tapi juga suami dan tentunya anak-anak yang 'dipaksa' harus mengerti keadaan yang dia sendiri bingung mungkin. 

Seperti tulisan saya di postingan sebelumnya, kadang saya sering nangis sendiri. Karena kalau nangis depan suami dan anak-anak kasihan gitu. Bukannya gimana, malah bikin down mereka yang sudah berkali-kali menguatkan saya yang yah rapuh kayak krupuk eaaaaaa.

Mereka berusaha untuk mengerti kalau Ibunya sedang sakit. Terus dimintai tolong ini itu ini itu ada ada aja pokoknya, karena kebetulan saya tidak bisa mengerjakannya sendiri. Lalu, beberapa hari lalu si Pak Tile cerita ma saya. Kalau malam hari pas ajari Raffi belajar ditanya sama papih, Raffi ingin bahagia apa?.

Kira-kira begini percakapannya:

"Raffi ingin apa kira-kira ke depannya?"
"Apa ya, Pih?"
"Coba Raffi pikir apa yang bikin Raffi bahagia"
"Hmmm, Raffi ingin main game, maen scratch, nonton yutub dll"
"Terus apalagi yang bikin Raffi bahagia?"
"Raffi ingin rumahnya bagus lagi kayak dulu kayak hotel"
"Hmmm, apalagi"
"Raffi ingin jalan-jalan ama Papih mama dan adik-adik sering gitu"
"Lalu apalagi"

Dan yang terakhir bikin mata Papih berkaca-kaca.........
"Raffi ingin normal lagi"
"Normal gimana?"
"Normal mama sehat lagi kayak dulu" 
"Kenapa memang Raffi ingin mama sehat?"
"Karena Raffi gak mau mama sakit gini. Mama dah lama sakit-sakitan. Raffi kasihan"

Terus mereka (Papih dan Raffi) berpelukan. Raffi ternyata nangis. Ternyata Raffi melihat ibunya sakit juga sedih. Dan kadang kita lupa memberi tanggung jawab pada Raffi tanpa memperhatikan kalau dia memang masih anak-anak. 

Umurnya memang 10 tahun di 2023 ini, tapi tetap saja dengan tugas rumah setiap hari sampai menjaga adik-adiknya itu kami beri tanggung jawab yang besar. Saya dan suami lupa kalau sebenarnya Raffi juga masih anak-anak. Belum waktunya (Mungkin) kami beri tanggung jawab yang full seperti itu.

Jujur, dia bangun pagi saja kudu nyetrika baju sekolah sendiri dan juga adik-adiknya. Belum nyapu, belum nyiapin perlengkapan sekolahya sendiri dll. Belum kalau adiknya rewel dan lain-lain dia juga yang kami berikan tanggung jawab atau kami tegur kenapa bikin adiknya nangis. 

Iy akalau kupikir-pikir, kami berdua kadang lupa bertanya maunya apa? Apa kakak capek diminta tolong sebesar itu? Apa kakak mau main? Karena melihat dia selama ini iya-iya saja, say adan suami pikir ya dia baik-baik saja. Ternyata dia pun masih butuh HAK MAIN dan HAK BAHAGIA ternyata. Hampir saya lupa kalau anakku memang masih anak-anak.

Ketika Saya Lupa Anakku Masih Anak-Anak

Ah maafkan mamih ya Nak. Makasih dah memberikan pelajaran berharga tentang ini. Semoga anak-anakku menjadi anak yang soleh. Dan bismillah hayuk bersama lagi menguatkan menjadi keluarga yang diberkahi Allah. Terima kasih pelajarannya hari ini Nak. Kami, mamih dan papih sayaaaaaaaaaaaaang sama kalian.

Dan buat kakak Raffi, makasih banyak ya dah berusha menjadi kakak yang baik buat adik-adik. Menjadi anak yang berbakti, bismillah presiden RI. 

Related Posts